Welcome back to my blog guysss...
Kali
ini aku mau membahas mengenai sesuatu, mohon maaf apabila ada beberapa part yang rada ngeGASSS dan aku pikir
ini akan menjadi postingan aku yang paling sotoy juga karena ini bukan artikel
yang bersumber dari ilmu pengetahuan yang expert,
ini hanya tulisan yang aku tulis bersumber dari persepsi aku yang terbentuk
dari pengalaman pribadi dan dari orang sekitar.
Ok fine, buat
yang ngerasa gak setuju atau ada tambahan lainnya kalian boleh banget kasih
komentar di kolom komentar setelah selesai membaca ini biar yang baca juga bisa
terbantu dan khususnya biar persepsi aku lebih kebuka lagi.
Memang,
udah tau sotoy dan belom tentu persepsi ini bisa diterima pembaca tapi entah
mengapa rasanya ingin menyampaikan hal ini.
So , enjoy your read guys...
So , enjoy your read guys...
DISAPPOINTMENT
Source: Google |
Pernah merasa kecewa?
Pernah merasa mengecewakan?
Pernah merasa dikecewakan?
I think everyone
has felt disappointment,
entah pada dirinya sendiri, oranglain, ataupun keadaan yang jelas siapapun
pasti pernah ngerasain kecewa. Tapi gak semua orang bisa merespon rasa kecewa
dengan baik (sebenernya aku juga gak paham konteks baik ini seperti apa karena
ya ada yang menganggap wajar ada yang tidak memandang kecewa sebagai
ketidakwajaran), ada yang malah membentuk kepribadian yang kuat, kuat dalam
konteks dia mengevaluasi diri agar menjadi lebih baik. Sebaliknya, ada yang
malah menjadi stress, depresi, frustasi, bipolar dan masalah psikis lainnya.
Seseorang yang terjebak hidup dalam
kekecewaan tentu secara mau dan tidak mau harus menyerap apa yang ia lihat dan
apa yang ia dengar dari hal-hal yang membuat ia kecewa tersebut, kecewa
berkepanjangan juga sangat tidak baik, menurutku hal tersebut dapat berdampak
negatif meskipun feedbacknya positif.
Maksudnya adalah jika seseorang menjadi
kuat karena kecewa dia akan memiliki persepsi jika masalah itu sangat wajar dan
bisa dilalui sehingga jika dia melihat oranglain dengan masalahnya akan terkesan
menyepelekan masalah tersebut “toh gua sebelumnya punya masalah yang lebih
berat dari lo, lo segini aja udah ngeluh” dan sebaliknya jika kecewa membentuk
seseorang menjadi lemah hingga depresi dia akan membuat orang tersebut mencari
pelarian bahkan dia akan merasa tidak sanggup hingga memutuskan untuk bunuh
diri.
Source: Google |
LIVING WITH DISAPPOINTMENT
Disaat kita dihadapkan dengan rasa kecewa
pasti kita akan bersinggungan dengan penyesalan.
Kecewa akan pilihan, seseorang, bahkan dengan
diri sendiri. Kita akan merasa bodoh pada saat itu, entah apa yang kita
lakukan.
Menyesal dan sedih merupakan hal yang wajar. Tapi
ingat, kita udah tanggung nyebur. Tanggung kejebak dalam permasalahan yang
bikin kita kecewa even setengah mati.
Kita gak punya pilihan lain yang lebih bijak
lagi selain menyelesaikannya dengan penuh tanggungjawab.
Kita gak bisa mengakhiri apa yang udah kita
mulai dengan cara pergi gitu aja.
Ya memang seharusnya kita menjadi pribadi
yang atleast baik untuk fase
kehidupan kita selanjutnya dengan menyelesaikan tanggungjawab kita pada step saat ini, karena bukan tidak
mungkin kalo next step akan lebih
berat. Dengan demikian kitapun akan merasa kokoh.
Berada pada jeratan kekecewaan bukan masalah
ringan dan sepele yang bisa kita biarkan gitu aja, enggak.
Setidaknya kita harus speak up sama diri kita sendiri, sama batin kita, sama pemikiran
kita.
Kita tahu kita lagi merasa tertekan, tidak
nyaman, dan bingung.
Gak salah memang jika kita mengeluh, itu
wajar. Kita manusia punya perasaan.
Tapi kadang kita lupa banyak diluar sana
orang-orang hidup dengan permasalahan yang lebih besar dari apa yang sedang
kita hadapi saat ini.
Someday jika kita udah bangkit, kita akan
sadar betapa semuanya penuh makna.
Kekecewaan kita terhadap seseorang akan
membawa kita menjadi pribadi dengan perspektif yang lebih terbuka, you will realize that in this world no
human being will ever be born perfect without the shortcomings he has. Kita tahu, kita semua memiliki standard. Kita hidup di dunia ini tidak lepas dari interaksi sosial
jutaan manusia lahir ke bumi jutaan pula karakter yang memenuhi bumi. Kita gak
seharusnya terus menerus menuruti ego dan hidup dengan keidealisan kita. Itu sungguh
tidak bijak memang.
Kita memiliki kekurangan dan kelebihan
yang relatif, tapi tidak semua orang akan menerima diri kita apa adanya jadi
kita juga harus menyesuaikan diri bukan tanpa sebab. Kita hidup berjalan dengan
perbedaan, akan indah selaras jika kita saling toleransi terhadap perbedaan
karakter sesama manusia.
Begitupun kekecewaan kita terhadap
kemampuan diri kita dan kondisi yang sedang kita hadapi.
TOXIC
POSITIVITY
Source: Google |
Selayaknya manusia biasa, kita seringkali bingung pas lagi dihadapkan dengan permasalahan, bagi sebagaian orang mampu memendam sendirian, namun tidak sedikit pula yang mereka malah merasa harus berbagi cerita atau curhat hingga perasaan mereka tenang.
Disini
aku sadar kalo banyak kok orang yang mau jadi pendengar bahkan sampe ke
memberikan solusi. Of course,
tindakan tersebut tidak dapat disalahkan. Jujur aku pernah menjadi seseorang
yang curhat terhadap seseorang about my
problem dan aku juga pernah menjadi pendengar disaat oranglain curhat ke
aku.
Kebanyakan
nih orang yang dicurhatin akan bilang,
“sabar yaa gak ada ujian yang gak bisa lo
lewatin”
“ah
nyantai aja lo, everything is gonna be ok”
“ah
gitu doang lo, udah jangan lemah, itu mah biasa”
“lo
mungkin harus lebih mendekatkan diri sama Tuhan”
“ibadah
lo mungkin kurang ikhlas atau kurang bener”
Etc.
I understand the statement emmmhh disisi lain maksudnya hanya untuk menyemangati biar orang yang curhat tersebut gak larut dalam kekecewaannya, disisi lain ya gak menyelessaikan masalah bukannya membuat orang tenang tapi malah bikin makin ngerasa tertekan, and of course this is not wrong but it is not right. Gak semua orang akan merasa nyaman dengan cara atau pernyataan tersebut.
I dunno why, dengan sebagian orang
yang kadang menganggap sepele masalah oranglain. Bukan karena kita gak pernah
merasakan apa yang oranglain rasakan malah bikin kita gak peka. Apapun
alasannya ya masalah oranglain akan tetap menjadi masalah buat orang tersebut,
jika kita merasa mampu menghadapinya, kita harus inget bahwa oranglain belum
tentu memiliki sudut pandang dan memecahkan masalah dengan cara yang sama
dengan kita. No matter what.
Diluar dari itu jika kita diposisi sebagai
pendengar curhat, mungkin tidak selalu harus menenangkan dengan cara “sabar yaa”
and bla bla bla...
Honestly. aku juga belom tau sih
cara yang tepatnya seperti apa, karena gak semua orang yang curhat butuh solusi
bener gak? Dan gak sedikit juga orang yang curhat cuma butuh didengerin doang, but we must still give a good response.
MY POINT OF VIEW
I think kecewa ada karena adanya ekspektasi atau harapan, semakin kita berharap
yang akan kita temui adalah kekecewaan. Menurutku setiap manusia yang berjiwa pasti memiliki
ekspektasi, ekspektasi terhadap dirinya sendiri, ekspektasi terhadap oranglain,
maupun ekspektasi terhadap kondisi.
Selama kita masih berjuang dalam hidup kita tentu kita akan berhadapan
dengan rasa kecewa. Because in my opinion there’s no struggle taken without feeling
disappointed, how much disappointment can be measured even if we will
definitely find it. It’s a phase of life full of struggle and hope.
Kita gak bisa menutup mata kalo dalam perjalanan kita selama ini dalam
kehidupan kita, sudah sekeras apapun usaha kita, kita pasti dipertemukan dengan
kekecewaan.
Mau itu kita anggap sepele ataupun kita anggap sesuatu yang besar, tapi aku
yakin diri kita pernah berperang dengan hal tersebut.
Biar kita gak terlalu kecewa sebaiknya yang kita harus memanage
adalah ego dan ekspektasi kita terhadap sesuatu. Kadang pola pikir dan pola hidup yang
idealis ya bagus jadi kita akan punya goals dan lebih semangat dalam
mencapai goals-goals tersebut. Tapi kalo udah teramat idealis juga gak
baik jatohnya bakalan ambis. Ya kita yang tau apa yang kita mau apa kemampuan
kita. Kita gak bisa
ngendaliin hal apapun diluar diri kita, yang bisa kita kendaliin adalah diri
kita sendiri.
To be continue, maybe...
Comments
Post a Comment